Friday, February 18, 2011

Sukses Menjalani Focus Group Discussions (FGD)

FGD atau diskusi kelompok merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok lembaga yang bertujuan untuk mengkaji suatu topik atau masalah dan menemukan solusi yang terbaik atas masalah yang dikajintya tersebut. Dalam seleksi karyawan pada beberapa perusahaan, FGD dimasukkan ke dalam salah satu tahapan seleksi. Tujuannya adalah untuk melihat seberapa jauh calon karyawan berpikiran kritis, aktif, dan komunikatif dalam menemukan solusi pada suatu kasus. Selain ingin melihat kerja individu, mereka juga ingin melihat calon karyawannya tersebut apakah bisa kerja pada suatu kelompok atau tidak (team work) dalam menentukan keputusan atas suatu kasus. Setelah mengikuti beberapa kali FGD, saya memberikan tips-tips agar yang belum berpengalaman bisa sukses mengikuti FGD.


1. Pahami Kasus
Hal yang pertama dilakukan adalah memahami kasus yang diberikan oleh bagian perekrutan karyawan (HRD). Biasanya mereka memberikan suatu tulisan tentang kasus yang dialami oleh suatu perusahan, lembaga, atau yayasan terhadap suatu masalah yang harus segera diselesaikan. Mereka akan memberikan waktu selama beberapa menit untuk memahami kasus tersebut dan memberikan keputusan atau solusi individu masing-masing. Manfaatkan waktu tersebut untuk membaca dengan seksama perintah yang ada dan memberikan keputusan yang terbaik menurut kita masing-masing. Usahakan berikan keputusan yang to the point saja yang penting dapat mengenai pokok persoalan.

2. Inisiatif dan Aktif
Setelah semua peserta diberikan kesempatan untuk memahami dan memberikan keputusan pada kasus tersebut, mediator langsung memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk mendiskusikan hasil masing-masing untuk mendapatkan keputusan bersama. Pada tahap ini, hal perlu dilakukan adalah inisiatif untuk menjadi orang pertama untuk memulai diskusi atau dengan kata lain sebagai pimpinan diskusi. Selain itu perlu juga untuk aktif dan kontributif dalam pelaksanaan diskusi. Aktif yang dimaksud adalah berani berbicara dan mengemukakan pendapat yang kita miliki, sedangkan kontributif maksudnya kita selalu menyumbangkan ide-ide baru terhadap permasalahan yang muncul, memberikan alasan-alasan yang jelas tentang pendapat kita masing-masing, dan bila perlu diperkuat dengan data dan fakta.

3. Jangan Memvonis Salah terhadap Pendapat Peserta Lain
Perbedaan dalam diskusi merupakan hal yang sangat wajar terjadi. Tetapi, perbedaan tersebut jangan dijadikan sebagai sebuah kesempatan untuk berdebat tetapi jadikan sebagai sebuah peluang untuk mengemukakan dan memperkuat ide masing-masing. 'Kekeh' terhadap pendapat diri sendiri bukan berarti dapat dengan mudah menyalahkan atau memvonis pendapat orang lain. Tetap terbuka dengan pendapat orang lain dan jangan terlalu 'kekeh' bila pendapat kita terbukti kurang kuat dan pendapat orang lain yang lebih benar. Ini menunjukkan bahwa diri kita tidak egois kepada orang lain dan menjadi salah satu nilai plus dalam penilaian FGD.

4. Review dan Berikan Kesimpulan terhadap Hasil Diskusi
Terkadang, langkah ini dilupakan oleh para peserta FGD. Ya, mereview dan memberikan kesimpulan terhadap hasil diskusi kelompok merupakan bagian yang kecil tapi penting karena hal ini memberikan penilaian lebih terhadap kemampuan kita dalam menganalisa point-point penting dalam pelaksanaan diskusi dan menggambarkan kita sebagai pemikir yang sistematis.

Jadi, intinya dalam pelaksanaan FGD kita harus memahami kasus, inisitatif, aktif, kontributif, berani mengemukakan pendapat, dan terbuka pada pendapat orang lain.

Mudah-mudahan tips ini berguna bagi teman-teman yang akan melakukan diskusi kelompok atau FGD dalam seleksi di suatu lembaga atau perusahaan.

Sunday, February 13, 2011

Rumitnya Birokrasi di Kantor Imigrasi



Beberapa waktu lalu, saya membuat paspor di kantor Imigrasi Jakarta Timur. Dalam cerita berikut ini menunjukkan berapa sulitnya untuk membuat sebuah paspor dengan cara yang legal. Berbeda sekali dengan para pejabat atau seorang Gayus Tambunan yang sangat mudah untuk membuat paspor bahkan dapat memalsukan sebuah identitas seseorang hanya karena mereka membayar jutaan bahkan hingga puluhan juta rupiah. Biaya pembuatan paspor sebenarnya adalah sebesar Rp. 200.000,- ditambah Rp. 12.000,- untuk biaya formulir pendaftaran, dan Rp. 55.000,- untuk biaya foto dan sidik jari.
Ternyata untuk pembuatan paspor tidaklah semudah yang saya bayangkan. Saya harus bulak balik ke Kantor Imigrasi sampai 4 kali untuk mendapatkan paspor tersebut. Pertama datang, calon pemohon paspor membeli formulir pendaftaran yang kemudian harus diisi dengan lengkap disertai dengan berkas-berkas persyaratan yaitu foto kopi KTP yang difoto kopikan pada 1 halaman kertas A4 depan dan belakang berurutan, foto kopi Akte Kelahiran atau Ijazah, foto kopi Kartu Keluarga, dan untuk pemohon yang sudah bekerja dilampirkan juga surat referensi dari perusahaan. Setelah semua data-data pada formulir pendaftaran diisi kemudian berkas tersebut diserahkan kepada petugas piket untuk diperiksa. Tetapi, berkas tersebut tidaklah langsung diproses melainkan hanya diberi tanda tangan petugas piket tersebut yang dibubuhi tanggal dimana kita harus kembali lagi pada tanggal tersebut. Saya pun kecewa karena paspor tidak bisa langsung diproses, saya datang pada tanggal 12 Januari 2011 namun disuruh kembali lagi pada tanggal 31 Januari 2011. Waktu yang sangat lama untuk sebuah kantor pelayanan publik. Saya akhirnya kembali lagi pada tanggal 1 Februari 2011 yang kemudian langsung ke proses drop box berkas. Pada hari tersebut saya kembali dikecewakan oleh petugas karena ternyata pada tanggal tersebut saya tidak bisa langsung memproses paspor tetapi hanya diletakkan pada drop box yang diserahkan kepada petugas dan saya hanya diberikan secarik kertas kecil yang berisi tanda tangan petugas dan tanggal dimana saya harus kembali lagi untuk proses pembuatan paspor.
Sesuai arahan petugas, saya kembali pada tanggal 9 Februari 2011 dengan membawa uang pendaftaran dan berkas asli untuk ditunjukkan kepada petugas wawancara. Namun, ketika saya masuk ke ruangan selanjutnya saya sangat kaget karena pengunjung sangat banyak sekali untuk membuat paspor. Alhasil saya yang datang pada pukul 08.30 harus bersabar untuk memprosesnya. Secarik kertas yang diberikan petugas sebelumnya saya letakkan ke loket 4 untuk dipanggil. Setelah kurang lebih 1 jam akhirnya nama saya dipanggil. Ternyata antrian tersebut hanyalah untuk mengambil nomor antrian berikutnya pada loket 5 untuk proses pembayaran. Saya mendapatkan nomor antrian 615 sedangkan pada saat saya diberikan nomor antrian, loket 5 baru memanggil nomor 560. Kurang lebih 1 jam 15 menit nomor saya dipanggil untuk melakukan pembayaran dan ternyata saya diberikan nomor antrian lagi untuk mengantri pada loket 6 yaitu foto dan sidik jari, serta wawancara. Perasaan semakin kesal karena mendapat nomor antrian 815 sedangkan pada saat itu baru bernomor 745. Meskipun demikian saya tetap dengan sabar menunggu sambil memikirkan keadaan birokrasi di negeri ini yang sangat tidak fleksibel.
Setelah diselingi istirahat, akhirnya nomor saya dipanggil pada pukul 13.35 untuk foto dan sidik jari. Setelah itu, saya disuruh keluar lagi untuk dipanggil wawancara. Setelah menunggu lagi sekitar 20 menit saya akhirnya diwawancarai oleh petugas. Istilah wawancara hanyalah mengkonfirmasi data yang kita berikan kepada petugas dan mendandatangani buku paspor.
Akhirnya pembuatan paspor selesai juga setelah memakan waktu kurang lebih 1 bulan. Tetapi, buku paspor yang telah kita buat tersebut tidak bisa langsung kita bawa pulang. Alhasil kita harus kembali lagi setelah 8 hari kerja untuk mengambil buku paspor tersebut. Saya kembali lagi untuk mengambil paspor pada tanggal 23 Februari 2011. Jadi, untuk mengurus paspor kita membutuhkan waktu kurang lebih 1,5 bulan. Beginilah rumitnya birokrasi Indonesia.

 
Powered by Blogger