Friday, April 29, 2011

S2 atau Berkarir ?

Mungkin sebagian orang bingung menentukan sebuah pilihan yang akan menentukan nasibnya di masa mendatang. Sebuah pilihan yang sangat krusial, bila benar maka mereka akan bahagia dan sukses akan tetapi bila salah mereka akan jatuh pada kesengsaraan dan penyesalan. Kondisi ini bisa diibaratkan kita berada pada sebuah papan keramat yang menyajikan sebuah pilihan yang amat menentukan nasib baik atau buruk. Disini faktor "luck" memiliki arti yang sangat penting. Keberuntungan yang sangat diharapkan dari sebuah pilihan di papan keramat tersebut. Tetapi papan keramat hanyalah sebuah permaianan yang hanya membutuhkan faktor "luck".
Berbeda dengan kondisi kehidupan sebenarnya, dimana kita harus berhadapan dengan sebuah pilihan yang sulit. Bagi saya, untuk menentukan sebuah pilihan yang tepat setelah lulus kuliah Sarjana merupakan sebuah kondisi yang amat sangat membingungkan dan membutuhkan sebuah pertimbangan yang sangat besar. Keinginan saya untuk bisa terus melanjutkan S2 memang sangat terbuka lebar terlebih lagi saya mendapatkan tawaran untuk mendapatkan beasiswa S2 ke Jepang bahkan hingga S3 dengan beasiswa penuh tanpa ada sepeser uang dari saya yang tercecer. Fasilitas rekomendasi dari dosen pembimbing saya yang juga seorang rektor di IPB sangat bisa memuluskan saya untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Tetapi disisi lain, saya memiliki pertimbangan lain yaitu saya ingin bekerja dan berpenghasilan serta mencari pengalaman profesional agar tidak tergantung dengan orang tua lagi. Sebenarnya rencana saya setelah lulus sarjana adalah ingin bekerja, kemudian berwirausaha, lalu baru melanjutkan studi untuk mencapai tingkatan derajat yang lebih tinggi.

Akhirnya semua peluang saya coba. Dimulai dengan melamar sebagai calon karyawan di beberapa perusahaan dan melamar sebagai calon penerima beasiswa Monbukagusho dari pemerintah Jepang lewat jalur khusus. Sebuah persiapan yang tergesa-gesa dan terkesan seadanya membuat saya khawatir terhadap semuanya tidak akan dapat. Alhasil, karena faktor Bahasa Inggris saya kurang memenuhi syarat, maka saya gagal untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Saya memang sangat menyesal kenapa persiapan untuk mencapai angka TOEFL yang disyaratkan tersebut saya tidak serius berusaha, padahal saya yakin mampu menaklukannya. Sebenarnya peluang untuk melamar sebagai calon penerima beasiswa tersebut masih terbuka lebar pada 3 bulan berikutnya. Namun karena sudah patah arang saya sejenak melupakan impian sesaat tersebut dan fokus untuk mencari pekerjaan. Dengan kondisi sulitnya untuk mendapatkan pekerjaan, ternyata saya mencoba-coba mencari informasi peluang beasiswa lain. Tetapi karena terlanjur muak dengan kata TOEFL maka saya tidak berusaha meningkatkan nilai TOEFL tersebut.

Masa penantian hampir 4 bulan menganggur dan tidak jelas menentukan arah kemana serta selalu mencoba semua peluang yang ada tanpa mempertimbangkannya secara matang akhirnya berkakhir. Tepat pada akhir bulan April 2011 saya dinyatakan diterima oleh sebuah perusahaan besar di bidang Agribisnis, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Setelah mendapat kabar tersebut, saya langsung mengabarkan kepada advisor saya di Jepang bahwa saya tidak jadi mencoba untuk melamar sebagai calon penerima beasiswa Monbukagusho program African and Asia Pasific (AAP) lewat jalur khusus dengan pertimbangan bahwa saya belum mampu menaklukan TOEFL dalam waktu yang singkat dan ingin berkarir.

Dari pengalaman saya ini, saya mengambil pelajaran yang bisa saya bagikan kepada orang banyak, diantaranya:
  1. Sedini mungkin kita harus bisa menentukan arah hidup ke depan dengan mempertimbangkan pengalaman orang lain, kemampuan dan kondisi pribadi, serta peluang yang ada. Jangan berpikir "nanti saja", harus lakukan sesegera mungkin agar nantinya kita tidak pusing.
  2. Maksimalkan peluang dengan mempersiapkan diri sematang mungkin dan jangan tergesa-gesa.
  3. 3Fokus pada tujuan dan jangan biarkan pendirian goyah pada kemungkinan lain serta jangan mencoba-coba membuka diri dan mencoba peluang lain tanpa adanya rasa keinginan dan minat yang kuat. Hilangkan kata-kata "iseng-iseng berhadiah". Karena kita hidup bukan untuk iseng semata tetapi mencari kehormatan diri baik di dunia maupun di akhirat.
Semoga kisah saya bisa memberikan inspirasi dan masukan bagi orang lain. Saya harapkan kita semua bisa menjadi orang yang mulia baik di dunia maupun di akhirat kelak.

 
Powered by Blogger